SEJARAH BERDIRINYA BPR DI INDONESIA
Bank Perkreditan Rakyat atau yang biasa disingkat BPR adalah salah lembaga keuangan yang bergerak di bidang jasa UMKM . BPR merupakan lembaga perbankan di bawah pengawasan Bank Indonesia. BPR tidak langsung berdiri begitu saja, tetapi melalui tahapan-tahapan selama bertahun-tahun. Berawal dari keinginan untuk membantu para petani, pegawai, dan buruh untuk melepaskan diri dari jerat renteniryang memberikan kredit dengan bunga tinggi, lembaga perkreditan rakyat mulai didirikan. Secara singkat pendirian BPR adalah sebagai berikut:
1. Abad Ke19
Pada Abad ini, adalah masa jaya kaum rentenir. Mereka memberikan pinjaman uang kepada petani, pegawai dan buruh dengan bunga yang sangat tinggi yang membuat kehidupan mereka bertambah buruk dan semakin
terjerat dalam utang yang semakin besar. Sehingga dalam rangka menyelematkan mereka dari jeratan kaum rentenir, sekitar tahun 1916-1930 didirikanlah lembaga-lembaga keuangan dalam bentuk Lumbung Desa, Bank Tani, Bank Desa dan Bank Dagang Desa yang selanjutnya diikuti dengan pendirian Bank Pasar.
2. Pasca Kemerdekaan
Setelah kemerdekaan Indonesia, dari tahun 1930-1945 didirikan pula lembaga keuangan seperti Algemeene Vlocrediet Bank, Shyhomin Ginko, Ordonasi Badan Kredit Desa, Bank Karya Produksi Desa dan Bank Pasar Kosgoro
3. Awal 1970-an
Melihat perkembangan perbankan yang semakin pesat, maka pemerintah mengeluarkan Undang-Undang tentang perbankan sekitar tahun 1967, yaitu Undang-Undang No. 14 tahun 1967. Akan tetapi undang-undang ini masih belum berpihak kepada BPR dan bank kecil lainnya. Hal ini karena di dalam undang-undang tersebut hanya mengatur tentang Bank Umum, Bank Pembangunan dan Bank Asing. Dengan adanya Undang-Undang tersebut, mengakibatkan BPR tidak mendapatkan tempat dalam masyarakat dan sulitnya untuk mengetahui posisinya dalam dunia perbankan. Pada awal tahun 1970 an didirikan Lembaga Dana Kredit Pedesaan (LDKP) oleh Pemerintah Daerah.
4. Paket Kebijakan Oktober 1988 (PAKTO 1988)
Pada tahun 1988, Pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Oktober 1988 (PAKTO 1988) melalui Keputusan Presiden RI No.38 yang menjadi momentum awal pendirian BPR-BPR baru. Kebijakan tersebut memberikan kejelasan mengenai keberadaan dan kegiatan usaha “Bank Perkreditan Rakyat” atau BPR. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang No.7 tentang Perbankan tahun 1992 (UU No.7/1992 tentang Perbankan), BPR diberikan landasan hukum yang jelas sebagai salah satu jenis bank selain Bank Umum. Sesuai UU No.7/1992 tentang Perbankan, Lembaga Keuangan Bukan Bank yang telah memperoleh izin usaha dari Menteri Keuangan dapat menyesuaikan kegiatan usahanya sebagai bank. Selain itu, dinyatakan juga bahwa lembaga-lembaga keuangan kecil seperti Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai, LPN, LPD, BKD, BKK, KURK, LPK, BKPD, dan lembaga-lembaga lainnya yang dipersamakan dengan itu dapat diberikan status sebagai BPR dengan memenuhi persyaratan dan tata cara yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah (PP).
5. Selanjutnya PP No.71/1992
Selanjutnya PP No.71/1992 memberikan jangka waktu sampai dengan 31 Oktober 1997 bagi lembaga-lembaga keuangan tersebut untuk memenuhi persyaratan menjadi BPR. Sampai dengan batas waktu yang ditetapkan, tidak seluruh lembaga keuangan tersebut dapat dikukuhkan sebagai BPR karena tidak dapat memenuhi persyaratan yang ditetapkan. BPR yang didirikan sesudah PAKTO 1988 maupun Lembaga Keuangan yang dikukuhkan menjadi BPR sesuai dengan PP No.71/1992, tunduk pada ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Perbankan dan peraturanperaturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai otoritas pengawas bank. Khusus Badan Kredit Desa (BKD), meskipun lembaga tersebut sesuai UU No.7/1992 tentang Perbankan, diberikan status sebagai BPR, namun karena organisasi dan manajemennya relatif sederhana, lingkup usahanya sangat kecil, serta operasionalnya tidak setiap hari, maka pengaturan dan pengawasan terhadap BKD pun tidak dapat disamakan dengan BPR. Dengan mempertimbangkan karakteristik yang spesifik, jumlah dan sebarannya serta secara historis sebelum PAKTO 1988 pengawasan BKD dibawah kewenangan BRI maka pengawasan BKD dilakukan oleh BRI untuk dan atas nama Bank Indonesia.
6. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 31/35/KEP/DIR
Dan yang semakin memantapkan posisi BPR sebagai salah bank di Indonesia adalah dengan adanya Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 31/35/KEP/DIR yang menyatakan bahwa untuk menciptakan system perbankan yang tangguh dan efisien maka diperlukan BPR yang diharapkan mampu untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat kurang mampu baik di daerah perkotaan maupun di pedesaan yang belum terjangkau oleh Bank Umum.
Subscribe to:
Posts (Atom)